Selasa, 17 Juli 2012

Keadilan


Langkah kakinya gontai
Menyebrang pulau membelah laut
Mahkluk sesamanya hiraukai ia
Aksinya menakutkan sesamanya
Semua untuk keadilan
Untuk ia dan anaknya
Ia gendong mayat si anak
Demi mencari sang keadilan
Terus menggendong menuju keadilan
Harapnya tak kunjung datang

Takdir Hidup



Aku masih ingat terlahir dikelilingi hutan
Bulan purnama ikut menyaksikan
Diiringi gemuruh awan hitam
Di atas gunung
Sifatku mirip mereka yang menggonggong
Tatapan tajam mata coklat
Terlihat disegani orang-orang lemah
Mereka takut akan fisik dan kebiasaanku
Mereka selalu bilang aku seperti serigala
Tidak!
Aku adalah aku yang terpaksa
Ini ingin takdir tanpa disengaja
Aku suka ini, hidup ini
Mencengkram jiwa-jiwa lemah
Aku terpaksa, suka akan keterpaksaan
Tak pernah tahu bagaimana
Bentuk sebuah perubahan
Mereka tak pernah mengajariku menjadi kupu-kupu
Disukai banyak orang dan indah melayang ke sana ke mari
Tak tahu kapan takdir ini berubah
Hingga ajal menjeput
Mata coklat masih melekat dalam diriku
Gigi taring tak pernah menjadi susu

Ketoprak untuk Hidup yang Lebih Baik




Laki-laki tambun dan pendek ini telah berhasil membahagiakan keluarga dari hutang-hutang dan hidup yang kelam.
Ketika menyebut nama “Bejo Ketoprak” dari daerah Gudang Seng sampai Pasar Ciplak semua orang tahu siapa dia. Dia biasa menggunakan pakaian seadanya di dalam lemari, seperti kaos atau kemeja, celana panjang dan dilengkapi topi berwarna biru dongker. Dengan pakaiannya yang sederhana dia percaya diri untuk mengelilingi daerah itu setiap malam.
Bejo terkenal berkat rasa ketopraknya yang tak mau hilang dari lidah pembeli. Tanpa memakai mantra-mantra apa pun rasa ketoprak yang alami disukai banyak orang.
Jika melihat dari masa kelam  Bejo hanya pekerja rotan biasa di kampungnya, Indramayu. Karena kejadian tahun1998 itu ia mengeluarkan diri sebagai tukang rotan karena upah yang tidak seimbang dengan pengeluaran. Hanya sampai dua tahun ia berkerja di Indramayu lalu pada tahun 2000 lelaki berkumis dan berjenggot tipis itu mengadu nasib ke Jakarta sebagai pedagang ketoprak. “Awalnya saya meminjam uang sama bos untuk memenuhi kebutuhan, tetapi lama-lama saya berpikir ingin pergi ke Jakarta saja untuk mengikuti jejak kakak saya sebagai pedagang ketoprak. Saya juga tidak enak dengan bos sudah ngutang banyak” ,  jelasnya.
Dengan keuletan bapak beranak dua itu dapat membeli sebuah rumah yang terdiri dari tiga petak di Jakarta. Rumahnya berada dalam satu gang yang setidaknya dapat dilalui satu mobil. Kita bisa langsung mengenali dengan gerobak biru yang dipampang di depan rumah. Dalam petak pertama kita akan menenui ruang TV yang lenggang, hanya ada satu TV berukuran 21 in di atas sebuah lemari kayu. Ruang itu juga biasa untuk menaruh sato motor ketika malam datang. Masuk lagi ke dalam, ruang itu adalah di mana keluarga Bejo beristirahat. Hanya ada satu kasur yang dapat ditempati tiga orang di ruang itu. Tak tertinggal satu ruangan lagi untuk memasak dan mandi terletak paling belakang yang hanya di batasi dengan dinding semen.
Hanya membutuhkan waktu dua tahun Bejo sudah memiliki banyak pelanggan. Dari tahun 2002 itu Bejo masih berjualan dengan cara mengelilingi dari Gudang Seng sampai Pasar Ciplak. Datang pada suatu waktu perut Bejo pernah dilingkari celurit oleh preman-preman di daerah Gudang Seng, kejadian itu membuat istrinya dan dirinya takut.  Pada akhirnya Bejo memutuskan untuk ngetem di samping sebuah salon dekat rumahnya.
Tempat itu tidak terlalu ramai dan juga tidak terlalu sepi tetapi setiap ia dagang pasti laku terjual. Untuk perlengkapan dagang Bejo hanya menyediakan dua buah bangku panjang yang terbuat dari kayu dan gerobak berserta isinya. Bejo memulai berdagang dari pukul tujuh malam sampai setengah satu. Para pelanggan berasal dari berbagai macam umur dan sifat, dari yang muda sampai yang tua, dari yang kaya hingga menengah ke bawah dan masih banyak lagi.
Jika waktu jualan tidak terlalu larut kadang istri Bejo suka menemaninya. Mereka terlihat kompak saat melayani pesanan. Jika Bejo sedang mengulek bumbu sang istri terlebih dahulu menggoreng tahu untuk mencampurkannya dengan bahan yang lain.
Laki-laki berumur tiga puluh delapan itu diberkati dua orang anak perempuan. Fitri anak paling bontot tengah duduk di bangku SD kelas empat, sementara Rizki sedang dalam masa penerimaan murid baru di Aliyah di Indramayu. Dia juga telah dipertemukan dengan seorang wanita tambun dan pendek pada waktu masih tinggal di Indramayu yang sekarang menjadi istri satu-satunya. Istri Bejo yang berumur tiga puluh enam tahun itu biasa memakai kerudung dan selalu mendukung apa pun pilihan Bejo. “Saya mah ngikutin kemana dia pergi. Kalau berhasil ya saya dukung”, jelas istri Bejo.
Semua orang berhak mendapatkan apa yang mereka inginkan demi hidup yang lebih baik. Bejo bercita-cita mempunyai sebuah toko yang isinya bukan hanya menjual ketoprak, rumah makan biasa orang bilang. Dengan segala keterbatasan dia belum bisa mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya. Banyak halangan yang menghadang untuk mewujudkannya seperti tanah untuk toko, para pekerja, dan cara pembangian keuntungan. “Saya berharap sih punya toko sendiri, tapi yang susah itu mencari tanah dan pekerja. Saya juga belum ahli tentang masalah pembagian keuntungan untuk para pekerja”, tutur Bejo.